Cerpen: Ketika Akhirnya Saat Memutuskan Itu Tiba
Ketika akhirnya saat memutuskan itu tiba… Aku tahu aku kehabisan cara untuk mencari-cari alasan, hal yang selalu aku lakukan saat berhadapan dengan kata: menikah. Bayangan tentang sosok seorang ikhwan yang akan selalu ada di sampingku selama aku ada di dunia, seseorang yang akan jadi orang yang paling tahu tentang diriku, bahkan lebih dari ibuku. Rasa ini yang mungkin pernah membuatku ragu untuk segera menikah.
Aku memang seorang perempuan yang tak ingin merasa terikat. Aku selalu membayangkan diriku seekor kijang yang berlari dengan bebasnya di dalam rimba raya tanpa ada siapapun dan apapun yang membuat kaki lincahnya berhenti melompat. Kenikmatan dalam melakukan keinginan-keinginanku nampaknya membuatku begitu segan memiliki seseorang yang aku pikir bisa membuat langkahku terseret. Sementara rimba ini begitu luas dan aku cuma ada ditepian sebuah danau saja. Aku masih ingin melakukan apa pun ke manapun sesuai keinginan.
Menikmati hidangan Allah di alam ini. Tak peduli apa yang orang katakan, tak peduli apa yang orang inginkan denganku. Aku merasa paling berhak dengan kehidupanku. Sosok suami bisa menjadi hambatan bagi kemajuan seorang perempuan karena ia dituntut untuk patuh pada suaminya. Mungkin itu gambaran yang sedikit banyak mempengaruhi pikiranku. Belum lagi ketika harus hadir seorang anak.
Namun kini ketika tiba-tiba ada sebentuk cinta sederhana yang ditawarkan kepadaku, aku termanggu. Tak bisa aku berkata. Tulus, apa adanya. Segala teori dan argumentasiku membisu. Tiba-tiba ada rasa aneh yang mengelus rasaku, dan aku tahu itu kerinduan. Rasa ingin dilindungi, rasa nyamannya berteduh. Rasa ingin disayangi, ingin menjadi orang yang istimewa untuk seseorang, ingin merasakan indahnya berkorban, bahagianya memberi. Bagaimana rasanya dipaksa untuk memahami orang lain hingga keterpaksaan itu bermuara pada keikhlasan. Ingin mencoba memaknai kepatuhan dari sudut pandang Allah, merasakan apa maksud Allah menyuruh seorang istri patuh pada suaminya.
Rasa ini menjelma menjadi sujud-sujud panjang yang basah di tengah sunyinya malam. Begitu lama aku belum lagi merasakan kemesraan dengan-Nya. Entah mengapa hadirnya nama seorang ikhwan membuatku ingin sekali lagi memeluk Allah dan berbisik; Tuhan, diakah cinta dari-Mu? Allah… benarkah ini?...
Ditawarkan sebuah cinta dari hamba-Nya, aku malah berlari mengejar kasih-Nya. Malam-malam sunyi yang biasanya membuaiku kini aku terangi dengan rakaat-rakaat panjang diakhiri bisikan basah yang jatuh di tanganku. Memohon ilmu-Nya yang menyamudra memilihkan yang terbaik untukku. Menyerahkan jiwa ragaku dalam tangan-Nya. Meluaskan hati ini untuk cinta-Nya. Aku benar-benar merasa jatuh cinta pada-Nya. Duhai… apakah ini?... Hadirnya ikhwan itu membuatku begitu dekat dengan Allah. Inikah jawabannya, Kekasih?...
Kebersamaanku dengan Allah menuaikan keyakinan dalam diriku. Dia seperti membisikkan entah dengan apa, tapi aku merasa yakin ini benar, bahwa inilah jalan kebaikan yang Allah bukakan untukku. Pintu ini dan saat ini.
Maka ketika Allah telah membuka pintu-Nya untukku, seberapa hebatkah diriku menolak untuk melangkah ke dalamnya?. Mungkin aku tak tahu apa yang akan aku hadapi saat melewati teras rumah-Nya, tapi aku tahu Dia ada bersamaku, di dalam diriku.
Dan aku akan punya seseorang yang akan selalu menggandeng tangan dan menguatkan langkahku, menuju diri-Mu, Allah…
- Kafemuslimah.com
x x x
son u que quiere aceptarme para mi fuerza y la debilidad..
esperar el para llenar mi espacio vacío ~
Wallaahu a'lam...
walking down memory lane.
-
I remembered my grandparents waking up very early just to perform their
Subuh every morning. they will walk together to the mosque and enjoyed
every minu...
11 years ago
0 comments:
Post a Comment